Kita dan Covid-19

Minggu, 01 Maret 2020 pemerintah Indonesia resmi mengumumkan penyebaran Covid-19 di Indonesia. Tepat sehari sebelum informasi itu diumumkan, aku masih mengikuti acara di daerah SCBD, Jakarta. Kala itu, aku pergi seorang diri dengan menaiki commuter line (KRL) dari Tangerang ke Jakarta tanpa rasa takut. Sangatlah berbeda dengan kondisi saat ini.

Tak terasa kita telah memasuki bulan ketujuh dengan kondisi yang tak normal ini. Semuanya berubah. Dahulu banyak yang tak peduli dengan etika bersin hingga pada akhirnya semua orang dihimbau memakai masker kemanapun kita pergi.

Terasa sangat aneh ketika harus mulai adaptasi dengan keadaan ini. Semua pertemuan beralih secara virtual dan #DiRumahAja jika tak ada keperluan mendesak. Saat ini kita hanya bisa berusaha menjaga diri kita dan orang lain dengan menerapkan protokol kesehatan dari WHO untuk mencegah penyebaran Covid-19 yaitu dengan 3M. Memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak minimal dua meter.

Tahun ini pun tak ada tradisi mudik lebaran bagiku dan seluruh masyarakat Indonesia. Tentu terasa sangat berbeda. Jauh dari keluarga dan sanak saudara, Idul Fitri tahun ini ku rayakan bersama teman mess di perantauan. Kita terpaksa silaturahmi secara virtual. Namun, aku bersyukur keluargaku dalam keadaan sehat di tengah ancaman virus Covid-19.

Tak sedikit orang yang kehilangan pekerjaannya di tengah krisis kesehatan ini. Rendahnya daya beli, banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadikan krisis ekonomi mau tak mau harus kita hadapi.

Mengeluh tak akan menjadikan masalah selesai. Bersyukur menjadi penguat diri di kala lelah. Berpikir positif adalah kunci bertahan dan melangkah maju. Alangkah baiknya jika kita gunakan waktu karantina ini untuk hal yang produktif. Jaga kesehatan dengan rajin olahraga dan makan makanan bergizi, menjalankan hobi yang sempat tertunda, atau decluttering barang yang sudah tak terpakai.

Kita menjadi sadar bahwa pada kenyataannya yang ditakutkan manusia adalah ketidakpastian. Entah tentang rezeki, maut, maupun jodoh kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi. Hal yang pasti bisa kita lakukan hanyalah mengusahakan. Berusaha maksimal sesuai kemampuan kita dan berdoa menyerahkan hasilnya kepada Sang Maha Pencipta.

“Kapan pandemi ini berakhir?” adalah pertanyaan yang menunjukkan betapa lelahnya manusia menjalani hari-hari seperti saat ini. Ketika semua ini berakhir, semoga kita tak lagi mensia-siakan kesempatan pergi bekerja tiap Senin, ajakan kumpul dengan teman, ramainya naik transportasi umum, pergi belanja dengan keluarga, silaturahimi dengan tetangga, ibadah di tempat ibadah, bersalaman dan berkenalan dengan orang baru, kebebasan beraktivitas dan bernafas normal yang sebelumnya seringkali lupa kita syukuri.

Komentar